06 Juni 2010

Sejarah Pertanian Indonesia|Karantina

Pada Tahun 1877 sudah dicetuskan peraturan
perundang undangan yang berkait dengan
karantina (tumbuhan), yakni Ordonansi 19
Desember 1877 (Staatsblad No.262) tentang
larangan pemasukan tanaman kopi dan biji kopi dari Srilanka.

Pada tahun 1914 sebagai tindak lanjut dari
Ordonansi 28 Januari 1914 (Staatsblad No.161) penyelenggaraan kegiatan perkarantinaan
secara institusional di Indonesia secara nyata
baru dimulai oleh sebuah organisasi
pemerintah bernama Instituut voor
Plantenzekten en Cultures (Balai Penyelidikan
Penyakit Tanaman dan Budidaya)

Pada tahun 1930 pelaksanaan kegiatan
operasional karantina di pelabuhan-pelabuhan
diawasi secara sentral oleh Direktur Balai
Penyelidikan Penyakit Tanaman dan Budidaya,
serta ditetapkan seorang pegawai Balai yang
kemudian diberi pangkat sebagai
Plantenziektenkundigeambtenaar (pegawai ahli penyakit tanaman).

Pada tahun 1939 Dinas karantina tumbuh-
tumbuhan (Planttenquarantine Diest) menjadi
salah satu dari 3 seksi dari Balai Penyelidikan
Penyakit Tanaman (Instituut voor
Plantenziekten).

Pada tahun 1957 dengan Keptusan Menteri
Pertanian, dinas tersebut ditingkatkan statusnya
menjadi Bagian.
Pada tahun 1961 BPHT diganti namanya
menjadi LPHT (Lembaga Penelitian Hama dan
Penyakit Tanaman) yang merupakan salah satu
dari 28 lembaga penelitian dibawah Jawatan
Penelitian Pertanian.

Tahun 1966 dalam reorganisasi dinas karantina
tumbuhan tidak lagi ditampung dalam
organisasi Lembaga Pusat Penelitian Pertanian
(LP3) yang merupakan penjelmaan LPHT.
Kemudian Karantina menjadi salah satu Bagian
di dalam Biro Hubungan Luar Negeri
Sekretariat Jenderal Departemen Pertanian.

Pada tahun 1969, status organisasi karantina
tumbuhan diubah kembali dengan
ditetapkannya Direktorat Karntina Tumbuh-
tumbuhan yang secara operasional berada
dibawah Menteri Pertanian dan secara
administratif dibawah Sekretariat Jenderal.
Dengan status Direktorat tersebut, status organisasi karantina tumbuhan meningkat dari eselon III menjadi eselon II.

Pada tahun 1974, organisasi karantina
diintegrasikan dalam wadah Pusat Karantina
Pertanian dibawah Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian.

Tahun 1980 berdasarkan Keputusan Menteri
Pertanian No. 453 dan No. 861 tahun 1980,
organisasi Pusat Karantina Pertanian (yang
notabene baru diisi karatina tumbuhan ex
Direktorat Karantina Tumbuhan), mempunyai
rentang kendali manajemen yang luas. Pusat
Karantina Pertanian pada masa itu terdiri dari 5
Balai (eselon III), 14 Stasiun (eselon IV), 38 Pos
(eselon V)dan 105 Wilayah Kerja (non
structural)yang tersebar diseluruh Indonesia.

Pada tahun 1983 Pusat Karantina Pertanian
dialihkan kembali dari Badan Litbang Pertanian
ke Sekretariat Jenderal dengan pembinaan
operasional langsung dibawah Menteri
Pertanian . Namun kali ini kedua unsur
karantina (hewan dan tumbuhan) benar-benar
diintegrasikan.

Pada tahun 1985 Direktorat Jenderal
Peternakan menyerahkan pembinaan unit
karantina hewan, sedangkan Badan Litbang
Pertanian menyerhkan pembinaan unit
karantina tumbuhan, masing-masing kepada
Sekretariat Jenderal Departemen Pertanian.

Pada tahun 2001 terbentuklah Badan Karantina
Pertanian, Organisasi eselon I di Departemen
Pertanian melalui Keppres No. 58 Tahun 2001.



Artikel Terkait: